Surat Terakhir
“Laaaa....” Teriak Kiki pada Lala yang sedang duduk di taman
“Kikiiii...” Balas Lala dengan ekspresi senang melihat Kiki menyusulnya ke taman
Kiki dan Lala, dua orang teman dekat bahkan sahabat. Saling mengenal sejak kecil dan kini mereka sudah SMP. Kiki menerima kekurangan Lala, dan Lala pun juga senang memiliki teman yang bisa menerimanya apa adanya.
Sejak kecelakaan saat itu, Lala harus kehilangan salah satu kakinya. Kecelakaan yang masih teringat di benaknya. Masa kecil yang kurang bahagia, tapi dia berusaha mensyukuri keadaannya.
“Harusnya tadi kamu berangkatnya aku temenin, biar kamu gak sendirian.”
“Tapi kamu masih di sekolahan Ki, lagipula jalanan juga gak ramai. Dan aku lumayan kangen sama suasana taman ini.” Jawab Lala
Taman itu memang bagus, banyak bunga-bunga bermekaran. Suasananya pun juga selalu ramai, apalagi sore hari seperti ini. Fasilitasnya juga lengkap, ada tempat untuk berolahraga juga,
“Wah, lapangan basketnya sepi La. Kita kesana yuk, aku bantuin kamu.”
“Ah, gak usah. Udah biasa kan aku pakai tongkat.”
“Iya tahu, aku cuma khawatir aja.”
Mereka menuju lapangan basket yang masih sepi, hobi Kiki juga bermain basket.
“Aku tunggu pinggir lapangan aja ya,”
“Iya La,”
Dengan semangat Kiki men-dribble bola basket itu, lalu bisa langsung memasukkan ke dalam ring basket. Lala yang melihat juga ikut senang, tapi juga capek.
“Semangat banget kamu Ki, jago banget mainnya.”
“Kamu mau? Ayo aku ajarin.”
“Tapi kaki aku kan,”
“Berdiri aja, habis itu langsung lempar bola basketnya ke dalam ring.”
Lala baru kali ini mencoba bermain basket, dia ingin tapi dia sadar dengan kondisinya. Tapi Kiki selalu berusaha menyemangatinya dalam hal apapun. Tidak ada kata iri di antara mereka, sulit menemukan teman seperti Kiki.
“Megangnya kayak gitu, aku hitung ya, satu...dua...tiga...”
“Yeee... langsung masuk ke ring.”
Percobaan pertama langsung berhasil, satu tangan melempar bola, dan tangan satunya memegang tongkat. Senyuman terlihat dari wajah Lala dan Kiki terus memuji Lala.
“Tuh kan, kamu bisa! Makanya gak usah ragu,” Ucap Kiki
“Bisa juga ternyata si kaki satu main basket, hati-hati jatuh entar nangis.” Ada yang tiba-tiba meledeknya, mungkin sejak tadi sudah melihat mereka berdua bermain basket. Anak laki-laki bersama tiga orang teman lainnya.
“Jangan ngremehin orang ya, emang kamu sempurna?”
“Sempurna lah, kaki lengkap.”
“Jawaban salah, kamu sama sekali gak sempurna. Kamu gak punya attitude dan suka merendahkan orang lain, itu udah nunjukin kekurangan kamu.”
“Banyak ngomong nih cewek, pergi aja sana!” Teman anak laki-laki yang satunya ikut-ikutan membentak Kiki dan Lala
“Udah Ki, kita pergi aja. Lagipula kita udah lama disini dan ngapain masih disini kalau ada mereka.”
Setelah itu Kiki dan Rara langsung pergi dari tempat itu, terlihat senyum puas empat anak laki-laki pengganggu itu.
“Hati-hati entar tongkatnya jatuh, orangnya ikut jatuh. Yang lain tinggal ketawa aja,”
“Udah Ki, gak usah bales bentak. Mereka gak penting, lebih baik kita pulang aja.” Ucap Lala untuk menahan emosi Kiki
Wajah Kiki terlihat kesal mendengar hinaan dari orang-orang itu. Memang bukan dia yang dihina, tapi sahabatnya yang sudah seperti saudara. Tetap saja Kiki tidak terima, karena dia juga merasa sakit hati mendengarnya.
“Kenapa kamu terlalu sabar sih La, padahal mereka ngrendahin kamu. Pake menghina fisik kamu segala lagi.”
“Tapi memang keadaan aku seperti ini, walau sebenarnya aku juga gak suka di rendahin. Aku juga pengen teriak depan mereka. Tapi aku berusaha sabar aja, biar Tuhan yang membalas.”
“Untung kamu nahan emosi aku, coba kalau enggak. Udah abis mereka,”
“Udah sabar aja, lebih baik kita pulang sekarang. Jangan ingat mereka. Mereka gak penting.”
Keesokan harinya...
Pasar malam sangat ramai, banyak orang ada di situ menghabiskan waktu mereka setelah kegiatan pagi yang membuat jenuh. Banyak pedagang makanan, mainan, atau wahana-wahan lain juga ada. Pantas saja banyak yang mengunjungi. Juga ada stan-stan warga ,
Lala pergi bersama Ibunya, mereka berdua duduk menunggu kedatangan Kiki,
“La, kamu gak pengen beli makanan apa gitu.” Tanya Ibu pada Lala
“Makanan apa ya Bu? Belum laper nih,” Jawabnya sambil melihat ke arah gerbang depan menunggu kedatangan Kiki
“La!”
“Kiki! Ngagetin aja.” Lala kaget, tiba-tiba Kiki muncul
“Hehe, maaf tante, aku jadi ngagetin tante juga.” Sambil tersenyum
“Kiki emang jahil ya, eh iya Ki Ibu kamu udah di stan?”
“Udah tante, uda dari tadi. Tante mau kesana?”
“Iya, sekalian mau ngobrol. Terus kalau kalian mau main atau beli makanan terserah kalian. Ibu ke stan dulu ya La,”
“Iya Bu.”
Mereka langsung pergi keliling pasar malam, melihat-lihat tempat yang indah. Hingga akhirnya Lala dan Kiki berhenti di stan bunga.
“Bunganya bagus-bagus banget ya La.”
“Iya ada bunga mawar lagi, itu asli atau bunga plastik Pak?”
“Ada yang asli, ada yang plastik. Yang asli masih seger juga ini,”
“Mau dong pak mawar merah yang asli, yang buket bunganya ya Pak biar dapat banyak.”
“Beli bunga buat apa La, jangan-jangan kamu lagi naksir...”
“eh, ssttt...ini tuh mau aku taruh kamar aku. Walau beberapa hari kemudian layu, tapi gakpapa kok.”
“Gak ada bunga mawar putih ya Pak?”
“Kebetulan udah habis, ini Nak bunganya.”
“Terima kasih Pak,”
“Sama-sama.”
Setelah itu mereka kembali mengitari pasar malam, mereka membeli es krim, makan burger disana, melihat kembang api dari kejauhan. Dan di akhir-akhir berhenti karena sudah lelah. Kiki mengeluarkan buku diary dari tasnya dan mulai menulis. Kiki juga membawa kamera polaroid kesayangannya.
“Nanti kita foto buat kenang-kenangan ya, kalau kita pernah jalan-jalan di tempat yang indah ini. Suasananya ramai, kita merasa senang kayak gini.”
“Ya, lagipula jarang-jarang ada pasar malem. Oh, iya makasih ya Ki udah mau jadi teman aku, bahkan sehabat aku. Kamu gak malu punya teman kayak aku, yang dari segi fisik punya kekurangan kayak gini.”
“Sama-sama La, aku juga senang banget bisa kenal kamu. Dan soal fisik kamu, aku gak pernah masalahin itu kan. Yang penting sifat baik kamu, kamu selalu ngajarin aku untuk bersyukur dan sabar dalam segala keadaan. “
“Semoga nanti kita bisa mencapai cita-cita kita Ki, berteman sampai selama-lamanya.” Ucap Lala
“SELAMA-LAMANYA!” Lalu mereka berdua tos tangan
Hari ini mereka benar-benar senang, dua sahabat yang saling menerima apa adanya. Bisa menyemangati satu sama lain. Mereka lanjut berfoto dan menempelkan foto yang sudah jadi ke buku diary milik Kiki.
"Nanti setelah aku hias, aku akan kasih ke kamu juga. Biar bisa jadi kenang-kenangan. Kalau suatu saat nanti kamu lihat foto ini, kamu ingat teman kamu yang manis ini." Ucap Kiki sambil bercanda
"Iya-iya manis,"
Beberapa hari setelahnya, Kiki dan Lala tidak bertemu. Kabarnya Kiki sedang sakit, kali ini Lala belum menjenguknya.
"Lala, kamu gak mau jenguk Kiki?"
"Ini siap-siap jenguk Kiki Bu."
"Ibu anterin ya,"
"Gak usah Bu, eh tapi ini kok Kiki ajak main aku ke taman ya. Terus bilang gak usah bawa apa-apa."
"Ya udah samperin aja ke taman."
"Iya, bunga mawar putih kesukaan dia jangan sampai lupa."
"Hati-hati Lala, jalanan agak ramai katanya." Pesan ibunya ke Lala
Lala langsung pergi ke taman yang biasa dia datangi. Kendaraan hari ini memang lumayan ramai. Tapi Lala tetap bersemangat karena akan bertemu sahabatnya yang baru saja sembuh dari sakitnya.
"Ramai banget ya, katanya Kiki di depan gerbang." Kebetulan Lala belum menyebrang
"Laaa..." Terdengar suara Kiki teriak, memanggil Lala dari kejauhan sambil melambaikan tangan.
Kiki kelihatannya akan menjemput Lala di seberang jalan. Tapi Lala memberi tanda agar tidak perlu. Kiki-pun meng-iyakan
Tapi dari kejauhan Lala melihat seorang anak laki-laki berdiri di tengah jalan. Dia akan menyebrang tapi dia tidak tahu ada kendaraan yang sepertinya ugal-ugalan dari arah berlawanan. Kiki juga melihatnya, dia berusaha memanggil anak laki-laki itu, tapi tak mendengar. Kiki berlari menuju anak laki-laki itu, mobil yang ugal-ugalan makin dekat.
Bruaakkkk.....
"Tolong Pak, ini Pak." Teriak seseorang meminta bantuan
Lala penasaran, dia berjalan dengan cepat untuk melihatnya. Siapa yang tertabrak tadi, anak laki-laki itu atau Kiki. Kerumunan orang menghalangi, dia mencoba untuk menerobos.
"Permisi, permisi."
Terkejut Lala, darah sudah mengalir dimana-mana. Jalan sudah berlumuran darah. Sementara sopir mobil yang ugal-ugalan tadi diamankan para pejalan yang membantu. Terlihat jika Kiki yang tertabrak, Lala semakin terkejut. Mawar putih dijatuhkannya karena itu.
"Kiki, Kiki bertahan ya. Sebentar lagi ke rumah sakit kok." Ucapnya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Anak laki-laki tadi berusaha mencari mobil untuk ke rumah sakit. Terlihat dia juga panik.
"Tolong bantuin saya."
Mereka berangkat ke rumah sakit. Diantar sopir taksi, Kiki berada di pangkuan Lala dan sudah memejamkan matanya. Tidak kuat lagi untuk berkata apa-apa, bahkan sepatah kata pun.
"Kiki, kuat ya. Bentar lagi sampai ke rumah sakit,"
Kiki hanya sedikit menggerakkan tangannya,
"Pak, kapan kita sampai. Saya gak mau dia kenapa-kenapa." Anak laki-laki itu juga terlihat panik, dia sepertinya masih sepantaran dengan Kiki dan Lala.
"Bentar lagi Nak, semoga dia gak kenapa-kenapa."
Sampai di rumah sakit, Kiki langsung di bawa ke IGD. Keadaan membuat panik dan berharap.
"Bisa kamu kabarin keluarga dia." Pinta supir taksi yang mengantarkan mereka
"Iya,"
Lala menelepon Ibu Kiki dan Ibunya, kabar yang membuat terkejut semua orang. Terdengar suara Ibu Kiki yang panik.
Dokter keluar dari ruangan itu, Lala langsung bertanya.
"Bagaimana kondisi sahabat saya?"
"Maaf, dia sudah tidak ada. Luka dikepalanya terlalu parah."
Hancur Lala mendengarnya, kenapa Kiki pergi.
"Harusnya aku yang ditabrak, kenapa harus dia?!" Anak laki-laki itu menyesal, sangat menyesal dan marah terhadap dirinya sendiri.
"Dokter salah kan? Pasti dokter bohong. Dia tadi mau ketemu sama saya."
"Udah Nak, terima takdir dari Tuhan. Walau sahabat kamu sudah tidak ada, tapi dia masih ada di hati kamu. Do'akan yang terbaik untuk sahabatmu." Pak supir mencoba menenangkan Lala.
Beberapa hari setelahnya...
Lala datang ke makam Kiki sendirian, terlihat wajahnya yang masih sedih. Dia merasa Kiki masih ada di dunia ini.
"Kiki, aku datang lagi. Sebenarnya aku belum yakin kamu udah gak ada. Tapi ini udah takdir. Aku gak bisa melawan Tuhan. Aku datang sambil bawa bunga kesukaan kamu, mawar putih. Yang kemarin mungkin udah layu."
Menaruh bunga disamping nisannya
"Padahal bentar lagi kamu ulang tahun, 30 Desember."
"Maaf mengganggu," ada orang lain yang datang
"Kamu bukannya anak laki-laki itu kan, apa kamu menghina aku lagi. Atau kamu senang, karena sahabat aku udah pergi."
"Enggak, aku ingin minta maaf soal semua itu. Maafin aku yang tidak bisa menghargai orang lain. Dan aku kesini juga ingin ziarah ke makam sahabat kamu. Aku udah ditolong dia, gara-gara aku dia..."
"Ini semua takdir, aku menghargai perminta-maafan itu."
"Aku ingin menyampaikan sesuatu, setelah ke rumah sakit aku balik lagi ke taman. Dan aku nemuin ini, buku diary. Di dalam buku itu ada surat dan foto-foto kalian."
Lalu memberikannya ke Lala
"Maaf juga sebelumnya aku baca surat itu. Di surat itu tertulis kalau sahabat kamu sangat bersyukur kenal sama kamu. Dia ingin kalau kamu menyimpan semua kenangan itu dengan baik. Dan di hari ulang tahunnya, dia cuma pengen lihat kehadiran dan menunggu ucapan dari kamu. Kamu gak perlu bawa hadiah apapun. Cukup do'ain dia."
"Dan kita akan jadi sahabat selamanya."
"Maaf sebelumnya kalau aku lancang baca surat itu. Karena aku kagum sama persahabatan kalian."
"Ini kenangan dan tulisan terakhir dari Kiki, akan aku jaga baik-baik."
"Maafin aku, dulu aku sempat menghina fisik kamu. Semoga kita bisa jadi teman untuk selanjutnya."
"Semoga aja," Ucap Lala dengan masih melihat arah nisan Kiki
Selesai
Komentar
Posting Komentar