Melati dan Mawarnya
Karya: Ega Ardiana
"Terima kasih,"
Melati membalas dengan senyuman, lalu dia berkata,"Sama-sama," Kemudian lanjut dengan berjalan kaki.
Hari yang cukup cerah di sepanjang jalan menuju tempat kerjanya. Baju casual yang simpel tapi modis, tas yang berukuran sedang berisi keperluan, dan sepatu baru setelah gaji yang sudah ratusan kali mungkin.
"Pagi tadi aku menuju, sekarang aku pulang. Waktunya diriku bersantai."
"Melati." Panggil seorang perempuan sambil melambaikan tangannya.
Tanpa berpikir panjang, Melati pun menghampiri dengan senang hati.
"Ada menu baru dari restoranku, ayo mampir dulu. Lagipula hari ini Jum'at sore, besok libur kerja."
"Boleh banget, pasti masakanmu sangat lezat seperti biasanya."
Seorang perempuan berpenampilan hampir mirip seperti Melati, sama-sama berhijab pula. Dan mereka berdua memang kawan lama.
Percakapan di depan pintu restoran usai, mereka masuk ke dalam. Suasana nyaman untuk makan dan harga juga terjangkau. Tanpa perlu makan dengan perasaan takut.
"Senang, kita bisa bertemu tiap hari lagi seperti dulu."
"Iya, aku juga sangat senang. Usia pertemanan kita sudah sebelas tahun lamanya. Kita bertemu di satu tempat yang sama, lalu berpisah saat kuliah."
"Sudah lima tahun yang lalu kita lulus kuliah kan? Wahh, tidak terasa ya. Banyak hal yang kita lewati di tempat berbeda dan kita tetap bisa bercerita satu sama lain. Apa hal yang kamu ingat saat itu?" Tanya teman perempuan Melati.
Melati diam sejenak, mengalihkan pandangan ke sudut lain, dan mulai berbicara, "Tidak cuma pelajaran tentang jurusanku. Tapi juga tentang pesan kehidupan yang tersirat. Menjadi baik di cerita yang lain, menjadi buruk di cerita yang lain, bertemu manusia-manusia yang membuatku merasa baik maupun buruk,"
"Kita sama, tapi kehidupan masih berjalan bukan. Sekarang kamu sudah mencapai cita-citamu dengan usaha dan do'a yang mengiringimu. Bahkan kamu tipe tidak haus validasi dari orang lain, tidak senang dipuji, tidak suka kalau dianggap luar biasa." Tambah Kenanga, kawan lamanya.
"Karena memang sesungguhnya aku cuma manusia biasa. Aku rasa tidak perlu membuat ucapan manis jika tidak tulus, apa-adanya saja. Daripada mengada-ngada."
"Haha, bisa saja. Sebentar lagi makanannya datang,"
Setelah Kenanga berkata seperti tadi, benar saja menu terbaru dari restoran datang. Kenanga mempersilahkan dengan sopan kawan lamanya itu untuk menikmati menu baru.
"Rasanya lezat seperti yang sudah kuduga. Pasti jadi menu spesial." Puji Melati
Melati mengeluarkan buku bercover hitam dan bolpoin hitam. Kenangan tahu kawan dekatnya pasti akan melakukan suatu hal yang sama.
"Pasti kamu akan melanjutkan makan sambil menggambar mawar."
"Ya begitulah, kebiasaan ku, hanya bisa menggambar bunga mawar. Padahal usiaku sudah semakin tambah tua,"
"Bukan tua, tapi dewasa. Bunga itu melekat di hati kamu, jadi kamu selalu menggambar mawar."
Melati hanya tersenyum, matanya terpancar jelas jika ada arti tertentu dari mawar yang selalu dia gambar. Hingga kebiasaan dari hobinya juga dihafal kawan lamanya.
Obrolan mereka belum usai, walau goresan bunga masih terus di gores di kertas putih. Setidaknya jika Melati bertemu Kenanga, hari itu akan menjadi hari yang memberikan ketenangan baginya walau lelah. Bukan memberinya cemas yang tidak berujung dan menganggu waktu santainya.
Kediri, 4 Oktober 2024
15.52 WIB
Komentar
Posting Komentar