Tetangga Rusuh
"Aku duluannnn....lariiiii"
"Woyy...elahhh, punya adik gitu banget."
Sang kakak, Farhan namanya kembali ditinggal adiknya yang ke puluhan kali. Dua adik kakak yang selalu ada saja tingkahnya.
Sukma terus berlari hingga sampai ke rumahnya. Perilaku Sukma sepertinya memang nekad karena memang jarak rumah dan sekolah dekat.
"Haduhh, capek juga yaa." Keluh Sukma, nafasnya terengah-engah.
"Banyak gaya sih kamu, Ma, Sukma." Ledek Farhan, menyusulnya tapi dengan keadaan santai.
Bruokkk.... Suara benda dijatuhkan
Farhan dan Sukma menengok ke arah suara. Mereka berdua heran sekaligus sebal.
"Pot saya rusak gara-gara kalian kan!" Teriak pria tua di sebelah rumah mereka.
"Lah, bukan kita Pak, sekolah kita aja ke timur bukan ke barat." Jawab Farhan.
"Anak sama orang tua sama aja, sama-sama gak tahu diri! Cuihhh." Balas pria tua menyebalkan itu. Dia langsung ke dalam halaman rumahnya kembali dan menutup pagar depan, kemudian masuk ke dalam rumah sambil membanting pintu.
"Yang gak tahu diri dia, yang disalahin orang lain,"
"Udah Kak Farhan, biarin aja dia. Nanti juga capek sendiri. Kasihan juga lo dia, hidupnya gak tenang, dikit-dikit marah."
Pria tua tetangga mereka memang sudah lama bertingkah aneh seperti itu. Tapi memang keluarganya juga sama-sama aneh, jadi tak heran jika memang tiba-tiba suka ricuh dan menuduh.
Keesokan harinya.....
"Pagi yang cerah tiba, waduhh! Siapa yang malangin jalan?! G*la!"
Kak Lukman, kakak tertua Farhan dan Sukma, mengernyitkan matanya setelah mendengar Farhan. Kemudian dia sedikit teriak dari teras rumah "Eh, kenapa teriak-teriak?"
Belum sempat Farhan menjawab, Lukman sudah berlari menghampiri Farhan untuk melihat ke arah jalan.
"Wah pantes, si kakek berulah lagi. Ngapain dia gotong-gotong kursi bambu di tengah jalan? Padahal gak ada acara apa-apa. Kapan juga gotongnya?"
"Begini banget tinggal di sini. Aku gak mau ya kak disuruh nyingkirin tuh kursi. Biar anak laki-lakinya si orang tua itu aja yang nyingkirin. Dia malah enak-enak ngopi di teras rumahnya. Sekeluarga ini kepekaannya hilang apa gimana sih?"
"Udahlah kita masuk rumah aja, orang-orang juga pada tahu siapa yang buat ulah. Lagipula kita lewat timur, bukan lewat barat."
Lukman dan Farhan memutuskan untuk tidak menggubris lagi tingkah aneh satu keluarga itu.
"Hahaha, mungkin yang aku dengar semalem, ada suara berisik. Masa gara-gara kita lari-larian kemarin sih kak, kita aja dari timur bukan dari barat. Aku larinya juga gak kayak anak kecil yang brak brok kok." Celoteh Sukma,
"Lihat aja, bentar lagi rame tuh, para tetangga pada protes pasti. Terus mereka teriak-teriak lagi."
"Terus ada juga yang belain, yang belain sama-sama orang stress nih pasti." Ungkap Farhan dengan ketus.
Benar saja kata mereka, keadaan luar menjadi ramai. Ada sekitar lima orang bapak-bapak menegur pria tua si tetangga Farhan. Sayangnya, pagar rumah juga belum di buka, yang ada hanyalah secangkir kopi yang ditaruh di meja teras.
"Dulu dia pernah gaduh malam hari, bawa dukun yang katanya sakti ke desa ini. Pernah juga nyalain suara sound yang keras banget, padahal tetangga samping rumahnya lagi sakit. Anak-anaknya pernah di labrak orang, eh mereka malah tawuran juga di rumah itu, padahal anaknya salah. Pernah ngetok-ngetok rumah orang malam-malam dan itu hampir seluruh rumah di RT ini. Memang benar-benar manusia yang isengnya gak usah dipake harusnya." Ngomel lagi Farhan. Farhan kelihatannya yang paling kesal.
Lukman hanya bisa tersenyum dan Sukma hanya bengong.
"Drama banget ya tinggal di sini." Ucap Sukma,
"Udahlah, pindah rumah gak semudah itu. Butuh uang juga,"
"Semoga Bang Lukman banyak uang ya Allah, aamiin." Lagi-lagi Farhan berkata suatu hal yang dia inginkan.
Mereka bertiga sibuk mengeluh dengan kelakuan tetangga yang rusuh. Keadaan luar pun ikut rusuh sebenarnya. Pagar rumah belum dibuka sama sekali. Justru mereka menemui saudara pria tua yang tiba-tiba datang. Itulah dukun sakti yang di bawanya entah dari mana.
Karena memang dari keluarga yang aneh, saudara pria tua itu tingkahnya juga aneh. Dia dukun tapi selalu ceramah seperti tahu agama, ketika azan tiba dia juga pergi ke musholla. Selesai itu, dia jadi dukun lagi, bahkan dukun santet katanya. Benar-benar perilaku yang tidak bisa ditebak.
Komentar
Posting Komentar