Terbongkar
Kantin sangat ramai, anak-anak lainnya berdesakan untuk membeli makan siang di jam istirahat ini. Seperti biasanya, Raya dan teman-temannya juga akan membeli makan siang.
“Raya, kita berempat titip makanan ya, nanti tolong kamu ambilin sebelah sana, terus ini uangnya.” Suruh teman Raya bernama Nita
“Tapi disana ramai banget, titipan kalian juga banyak. Mana bisa aku bawa sendiri.”
“Bisa kok bisa, kamu kan baik. Kita tungguin di sini, kalau bisa agak cepet ya.” Pinta yang lainnya
Raya langsung pergi ke tempat itu tanpa pikir panjang lagi. Berkali-kali dia di suruh-suruh oleh temannya, tapi dia menganggap itu hal biasa dan berpikir kalau memang temannya minta pertolongan.
“Kasihan Raya tau, masa dia sendirian sih, mana cukup tangannya megangin.”
“Udah Vio, benerin kacamata lo aja deh. Yang penting kita masih mau nemenin dia,”
Raya ikut berdesakan memesan makanan itu, tapi antrian cukup panjang. Perutnya sangat lapar, tapi dia juga harus memesankan titipan makanan.
“Perlu aku bantu?” Kania menawarkan bantuan
“Eh Kania, gak usah Kan. Aku bisa kok.”
“Beneran bisa? Soalnya kamu disuruh-suruh sama mereka.”
“Soalnya mereka udah baik sama aku, tapi kalau kamu mau bantu gakpapa kok. Makasih ya,”
Kania, anak pendiam di kelasnya. Dia terbiasa kemana-mana sendiri tanpa ditemani siapapun, dai juga dikenal penyendiri. Dia juga sering dianggap cupu dengan teman-tean di kelasnya. Tapi kania terlalu cuek untuk mengganggap itu semua. Kania tidak ingin mengganggap hal yang tidak terlalu penting.
Akhirnya Raya dan Kania selesai memesan makanan, dua tangan mereka memegang makanan dari orang-orang itu. Sementara mereka hanya senyam-senyum tidak berpikir untuk membantu.
“Ini makanan kalian, akhirnya kita bisa makan juga.” Ucap Raya
“Wah, makasih Raya, kamu emang benar-benar baik.” Ucap Vio pada Raya, sementara yang lainnya cuma diam saja. Dan sinis dengan kehadiran Kania
“Tapi maaf ya, bangkunya gak bisa buat satu orang lagi, udah cukup.”
“Tenang aja, aku cuma mau bantuin Raya aja. Lagipula aku juga gak mau ganggu.”
Kania langsung pergi setelah itu
Dan menjadi kebiasaan, teman-teman Raya pasti akan membicarakan Kania. Sebenarnya raya tidak terlalu suka dengan kebiasaan itu, dia tidak cocok dengan hal seperti itu.
“Tuh anak anti sosial banget ya, kaku banget. Kenapa gak jadi robot aja,”
“Iya bener, mana mukanya muka tembok, tanpa ekspresi lagi.”
“Sayangnya gak bisa disuruh-suruh ya, coba kalau bisa. Udah kita manfaatin aja dia, dia kan juga pintar tuh. Kita bisa nyontek dia.” Tambah Nita
“Makananannya di makan dulu guys, nanti keburu jam pelajaran lagi.” Raya menyela
“Apaan sih Ray, kalau mau makan aja duluan.” Santi menjawab dengan nada yang tidak enak.
Mereka kembali ke kelas setelah itu, deretan bangku mereka sama. Sama-sama berada di deretan bangku paling kanan. Tapi Raya duduk sendiri di belakang mereka berempat, Nita, Vio, Santi, dan Jesi.
Sebenarnya sekolah mereka tidak memperbolehkan mereka membawa handphone, tapi keempat anak tadi membawa handphone dan disembunyikan di bawah bangku atau kadang juga tas. Mereka berempat melihat-lihat media sosial.
“Eh, ada film baru nih sore nanti lagi,”
“Wah, iya bener, harus nonton kalau kayak gini. Sekalian jalan-jalan di mall ya kan, lama gak kesana tau.”
“Santi, Jesi, ini kan film baru yang ditunggu-tunggu sama orang. Jangan sampai kita kehabisan tiketnya. Mau di taruh mana muka kita nanti, kan biasanya kita update banget soal kayak gini.” Ucap Nita
“Emang kalian punya uang buat beli tiketnya?” Tanya Vio
“Wah, uang jajan lagi dibatesin lagi. Santi, Jesi boleh lah pinjam uang dulu.”
“Yah, jangan gue. Ini aja udah menipis banget uang jajannya, Jesi aja tuh atau Raya.”
“Tapi kan, kita ada kerja kelompok nanti sore, apa kalian lupa. Deadlinenya juga besok kan? Masa mau ditunda lagi sih?”
“Sekalian cari bahannya Ray, boleh ya pinjam uang lo dulu.”
“Hmm, ya udah deh,” Jawabnya dengan ragu
Dan benar saja, mereka berlima benar-benar menonton film dan jalan-jalan di mall. Raya terlihat kurang senang kali ini, dia ingat tugas kelompoknya. Sementara teman-temannya itu hanya sibuk berfoto.
“Teman-teman, ini udah jam 5, bentar lagi juga maghrib. Ayo kita cari bahannya buat kerja kelompok. Tugas kita belum selesai,” Ajak Vio, untung saja ada Vio yang masih ingat.
“Bentar, Mama aku udah telepon suruh balik pulang.”
“Sama dong,”
“Bapak aku juga udah nunggu di dekat sini katanya,” Ucap Santi
Santi, Nita, dan Jesi terlalu lama menghabiskan waktu untuk berfoto dan bergaya. Hanya Vio dan Raya yang ingat tugas kelompok mereka. Dan mereka bertiga pulang duluan.
“Kenapa mereka selalu kayak gitu ya, sebenarnya aku gak terlalu suka. Dan kenapa kamu percaya sama Nita, uang kamu dulu aja belum dikembaliin Ray.”
“Udah biarin aja, aku juga udah sering kan digituin. Disuruh-suruh sama mereka, tapi lama-lama juga malas. Seakan aku jadi babu mereka.”
“Aku kira kamu gak sadar, ternyata kamu ngerti.” Celetuk Vio
“Lama-lama aku juga males dekat mereka. Ya udah sekarang kita beli bahannya, terus kerja kelompok di rumah aku.”
Memang terkadang sifat mereka bertiga yang terlalu suka menyuruh-nyuruh orang lain membuat Vio dan Raya tidak ingin dekat dengan mereka bertiga lagi. Apalagi mereka suka menyalahkan orang lain, kurang bisa introspeksi dirinya sendiri.
-------------------
“Ssstt...sstt, Raya, matematika lu udah selesai belum? Nyontek semuanya dong,”
“Belum Nita, susah banget.”
“Alah masa belum sih, lihat!” Nita langsung mengambil kertas ujian Raya dengan kasar
“Jangan pelit-pelit dong Ray,” Santi ikut-ikutan
“Nanti nyontek juga ya, males banget mikir.” Sahut Jesi
Vio hanya melihat mereka bertiga, dia tetap mengerjakan ujiannya sendiri. Raya hanya diam saja, kalau dia mengambil kertas ujiannya bisa saja kertas itu justru akan robek, dan dia akan menghitung ulang. Teman-teman yang lain juga diama saja dengan ulah mereka bertiga, karena memang mereka susah untuk di kasih tahu. Kania menatam tajam mereka bertiga, dia tidak suka melihat sikap seperti itu.
“Apa lihat-lihat? Pengen nyontek juga?” Santi selalu seperti itu,
“Tau tuh, gak ada untungnya temenan sama dia.” Tambah Jesi
Ujian tadi tidak diawasi guru, makanya mereka leluasa untuk ramai. Selesai ujian Vio mengajak bicara Raya,
“Raya, mereka ngelunjak lagi. Toxic banget tau gak.”
“Apa kita pindah bangku aja ya, aku juga gak suka. Mereka terlalu gak bisa menghargai orang lain.”
Kebetulan kelas sudah sepi, yang lainnya sedang ke kantin. Tinggal Raya, Kania dan Vio yang ada di kelas.
“Maaf sebelumnya Raya, aku cuma mau bilang, Gak salah kalau kamu mau meninggalkan orang-orang kayak mereka. Dan aku lihat mereka emang gak baik, dan tentang Jesi dia terpengaruh sama Nita sama Santi. Aku pernah lihat Nita mencuri uang di sekolahan ini, aku lihatnya dari jauh. Tapi dia gak mau ngaku. Santi pernah mengambil barang orang juga, awalnya dia gak ngaku. Tapi setelah dipaksa akhirnya ngaku juga. Tapi dia sama sekali gak mau minta maaf.”
“Aku pengen ngomong itu Ray, tapi gak jadi-jadi takutnya kamu gak percaya.”
“Harusnya kamu bilang sejak dulu gakpapa, biar aku tahu mereka kayak apa.”
“Yang jelas mereka beracun, pantas untuk dihindari. Gak perlu berteman sama orang kayak gitu. Bukan maksud aku adu domba, tapi itu kenyataannya. Orang baik kayak kalian jangan sampai terpengaruh jadi jahat.” Tambah Kania
“Iya, makasih Kania. Mereka juga cuma manfaatin aku aja kelihatannya. Selalu kalau kita berlima, yang Nita ajak ngobrol cuma Santi sama Jesi. Aku sama Vio cuma jadi pajangan aja,”
“Mereka juga kurang bsa menghargai, sukanya di puji, dan setelah ini pasti gak ingat kebaikan yang pernah kita lakuin ke mereka. “
“Yang penting Allah menyaksikan,” Ucap Kania
Tak disangka Kania punya banyak bukti tentang sifat Nita, Santi, dan Jesi. Bahkan pernah melihatnya sendiri. Dia juga pernah dijelek-jelekkan oleh mereka bertiga.
Komentar
Posting Komentar